Jurnal Refleksi Minggu ke-9 Model 5, 4 C Pembelajaran Berdiferensiasi

 

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu

Selamat dan Sejahtera untuk Kita Semua

Salam dan Bahagia

Bertemu lagi pada Jurnal Refleksi Minggu ke 9, dengan saya TRI AYU INDAH PURWANI, Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kota Pematangsiantar. Pada Jurnal Refleksi Minggu ke-9 ini saya akan membuat Jurnal Refleksi dengan Model 5, yaitu  4C yaitu Connection, Challenge, Concept, dan Change. Connection ialah keterkaitan materi yang diperoleh dengan peran Guru Penggerak. Challenge yaitu adakah ide, materi atau pendapat dari narasumber yang berbeda dari praktik yang  dijalankan selama ini, Concept adalah menceritakan konsep-konsep utama yang dipelajari dan mana yang penting untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau setelah menjadi Guru Penggerak, Change yaitu apa perubahan dalam diri yang ingin dilakukan setelah mendapatkan materi ini. 

Pembelajaran berdiferensiasi menurut Tomlinson (2000), adalah usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar setiap individu. Dalam Pembelajaran Berdiferensiasi, kita memetakan kebutuhan murid dengan melalui 3 aspek, yaitu;

1.      1. Kesiapan Belajar

2.      2Minat Belajar

3.     3.  Profil Belajar

Kebutuhan belajar murid ini diharapkan bisa menjadi dasar bagi praktek diferensiasi yang kita lakukan di kelas. Setelah memnentukan pemetaan, maka hal yang harus kita lakukan adalah menentukan Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi. Ada 3 strategi pembelajaran berdiferensiasi, yaitu;

1.      1Diferensiasi Konten

2.      2Diferensiasi Proses

3.      3. Diferensiasi Produk

Diferensiasi Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid-murid kita. Dengan memetakan kebutuhan berdasarkan kesiapan belajar murid, kita harus menentukan jenis informasi yang harus dipersiapkan. Diferensiasi konten juga bisa dilakukan dengan berdasarkan minat murid, guru dapat menyediakan murid-muridnya dengan berbagai teks atau  topic tentang hal-hal yang diminati murid. Diferensiasi konten berdasarkan profil belajar murid dapat dilakukan dengan memastikan bahwa murid kita dapat mengakses materi ajar sesuai dengan gaya belajarnya. Apakah murid memiliki gaya belajar auditori (dalam bentuk audio), gaya belajar  (dalam bentuk gambar), gaya belajar kinestetik (dalam bentuk menggunakan seluruh anggota tubuh dalam mengekspresikan ide dan perasaan).

Diferensiasi Proses mengacu pada bagaimana murid akan memahami atau memaknai informasi atau materi apa yang dipelajari. Proses seperti apa yang perlu dipersiapkan agar kita mengetahui bahwa setiap murid kita itu belajar? Ada beberapa cara untuk melakukan Diferensiasi Proses, yaitu;

1.     1.  Kegiatan Berjenjang

Senua murid bekerja membangun keterampilan dan pemahaman yang sama tetapi tetap dilakukan dengan berbagai tingkat dukungan, tantangan, atau kompleksitas yang berbeda-beda.

2.     2. Pertanyaan Pemandu

Pertanyaan pemandu atau tantangan yang perlu diselesaikan sesuai dengan pojok minat murid. Pojok-pojok minat yang kita siapkan di kelas ini akan mendorong murid untuk bereksplorasi dengan berbagai materi atau topic yang sedang dipelajari dan mampu menarik minat mereka.

3.      3. Membuat agenda Individual untuk Murid

Agenda Individual dibuat untuk membuat daftar tugas umum, jika murid telah menyelesaikan tugas umum, maka murid dapat melihat agenda individual dan mengerjakan pekerjaan khusus mereka.

4.     4.  Memvariasikan lama waktu murid

Dengan memvariasikan lama waktu yang murid dapat ambil untuk mengerjakan tugas,  hal tersebut merupakan salah satu pemberian dukungan tambahan bagi murid-murid yang kesulitan atau sebaliknya malah mendorong murid-murid yang cepat untuk mengejar topic secara lebih mendalam.

5.      5Mengembangkan kegiatan bervariasi

Dengan mengembangkan kegiatan yang bervariasi, akan mengakomodasi beragam gaya belajar murid baik secara visual, auditori dan kinestetik.

6.      6. Menggunakan pengelompokan yang fleksibel

Hal ini digunakan untuk menyesuaikan kesiapan kemampuan dan minat murid.

Diferensiasi Produk yaitu hasil kerja atau unjuk kerja yang harus ditunjukkan oleh murid kepada kita. Produk dalam hal ini adalah sesuatu yang bersifat nyata atau ada wujudnya. Macam-macam produk bisa bervariasi, ada yang berbentuk karangan, tulisan, hasil tes, pertunjukan, presentasi, pidato, rekaman, diagram, dan sebagainya. Dalam arti singkatnya, produk yang dihasilkan murid harus mencerminkan bahwa murid tersebut memang benar-benar paham dengan materi yang dipelajarinya, sehingga tujuan pembelajaranpun sesuai dengan yang diharapkan. Adapun ekspetasi yang diharapkan dari murid adalah kualitas pekerjaannya seperti apa, konten apa yang harus ada dalam produk mereka, bagaimana mereka harus mengerjakannya, dan apa sifat dari produk akhir yang diharapkan.

            Dalam pembelajaran berdiferensiasi, lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesuksesan implementasinya. Pembelajaran berdiferensiasi harus dibangun di atas apa yang kita sebut sebagai “learning community”  atau komunitas belajar. Di dalam learning community, atau komunitas belajar, semua para anggotanya adalah pembelajar. Guru-guru akan memimpin murid-muridnya untuk mengembangkan sikap dan praktik yang saling mendukung untuk tumbuhnya lingkungan belajar. Ada beberapa karakteristik yang disebutkan oleh Carol dan Tomlinsen tentang lingkungan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu;

1.      1. Setiap orang di dalam kelas akan menyambut dan merasa disambut dengan baik

Sikap dan tindakan guru yang ramah dan menyambut baik murid-murid, akan berimbas juga kepada sikap murid yang ditunjukkan antar murid-murid dan gurunya juga. 

2.     2Setiap orang di dalam kelas tersebut saling menghargai

Sikap saling menghargai akan terlihat sangat menonjol di sekolah atau kelas yang menerapkan pembelajaran diferensiasi. Setiap orang akan memiliki perasaan diterima, dihormati, aman, dan sukses. Karena antara satu dengan yang lainnya saling berbagi kebutuhan. Sehingga semuanya saling membutuhkan dan tercipta lingkungan yang positif.

3.    3.   Murid akan merasa aman

Perasaan aman akan dirasakan pada diri murid baik secara fisik maupun psikis. Karena mereka boleh bertanya jika mereka butuh bantuan, mengatakan tidak tahu jika mereka memang tidak tahu. Tidak mengapa jika jawaban mereka tidak tepat. Karena mereka akan mengerti bahwa dalam belajar mereka dapat mengambil resiko untuk mencoba berbagi ide-ide kreatif.

4.     4.  Ada harapan bagi pertumbuhan

Tujuan dari pembelajaran berdiferensiasi adalah untuk membantu setiap murid tumbuh dan berkembang semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Sehingga guru akan terus berusaha untuk mengetahui perkembangan murid-muridnya dan kelasnya secara menyeluruh.

5.     5.  Guru mengajar untuk mencapai kesuksesan

Tugas guru adalah, mencari tahu di mana posisi murid untuk mencapai tujuan pembelajaran, merancang pembelajaran sedikit melampaui zona nyaman murid, sehingga murid akan mengalami tantangan. Namun guru tetap memberikan bantuan dan dukungan (scaffolding), sehingga murid yang menerima tantangan tersebut tidak akan frustasi.

6.      6. Ada keadilan dalam bentuk yang nyata

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, keadilan akan berbentuk nyata dengan usaha seorang guru untuk memastikan seluruh muridnya mendapatkan apa yang dibutuhkan muridnya untuk tumbuh dan sukses.

7.     7.  Guru dan siswa berkolaborasi untuk pertumbuhan dan kesuksesan bersama

Guru dan murid saling bekerja sama untuk mengambil tanggungjawab mereka masing-masing. Meskipun guru itu pemimpin kelas, namun murid juga akan bertanggungjawab untuk kesuksesan kelasnya dengan cara menyelesaikan pekerjaan mereka, memecahkan masalah dengan cara yang konstruktif, dan membantu mengembangkan rutinitas kelas yang efektif. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan membangun atmosfer lingkungan kelas yang positif.

            Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, proses penialaian memegang peranan yang sangat penting. Guru diharapkan memiliki pemahaman yang terus berkembang secara terus menerus tentang kemajuan akademik murid-muridnya agar seorang guru dapat merencanakan pembelajaran sesuai dengan kemajuan tersebut.

Menurut Tomlinson & Moon (2013) mengatakan bahwa penilaian adalah proses mengumpulkan, mensintesis, dan menafsirkan informasi di kelas untuk tujuan membantu pengambilan keputusan guru. Ini mencakup berbagai informasi yang membantu guru untuk memahami murid mereka, memantau proses belajar mengajar, dan membangun komunitas kelas yang efektif.

Di dalam kelas, kita dapat melakukan penilaian dalam 3 perspektif, yaitu :

1.      Assessment for learning

Penilaian yang dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran, dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian formatif atau sering juga disebut sebagai penilaian yang berkelanjutan (on-going assessment).

2.      Assessment of learning

Penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif.

3.      Assessment as learning

Penilaian sebagai proses belajar dan melibatkan murid-murid secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Penilaian ini juga dapat berfungsi sebagai penilaian formatif.

            Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, penilaian formatif memegang peranan yang sangat penting. Karena penilaian formatif bersifat memonitor proses pembelajaran, dan dilakukan secara berkelanjutan serta konsisten, sehingga membantu guru untuk memantau pengetahuan, pemahaman, dan keterampilanmurid yang berkembang terkait dengan topic atau materi yang sedang dipelajari. Hasil dari penilaian ini akan menjadi sumber yang sangat berharga untuk mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, sehingga melalui proses ini, guru akan mengetahui bagaimana ia dapat melanjutkan proses pengajaran yang ia lakukan dan memaksimalkan peluang bagi tercapainya pertumbuhan dan kesuksesan murid dalam materi atau topic tersebut. Penilaian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu mengamati, menanya, merefleksi, berdiskusi (baik dengan teman sebaya atau guru). Ada beberapa contoh yang mungkin bisa menjadi strategi penilaian formatif, yaitu

1.      Tiket keluar

Guru memberikan pertanyaan kepada murid sebelum kelas berakhir. Murid menuliskan jawabannya pada selembar kertas dan menyerahkannya saatt mereka keluar kelas.

2.      Tiket masuk

Guru memberikan pertanyaan kepada murid sebelum pembelajaran dimulai. Jawaban murid dapat menilai pemahaman awal terkait materi yang akan didiskusikan atau pemahaman murid pada materi sebelumnya.

3.      Berbagi 30 detik

Murid bergiliran melaporkan sesuatu yang telah ia pelajari dalam pelajaran selama 30 detik.

4.      Nama dalam toples

Guru meminta murid menulis namanya dalam potongan kertas, lalu memasukkannya ke dalam toples. Guru mengajukan sebuah pertanyaan dan secara random mengambil potongan kertas yang ada di toples. Yang namanya di sebut, menjawab pertanyaan yang diajukan.

5.      3-2-1

Strategi ini memberikan murid cara untuk merangkum atau bertanya tentang apa saja yang baru mereka pelajari. 3, hal yang murid tidak ketahui sebelumnya. 2, hal yang mengejutkan murid tentang topic yang dipelajri. 1, hal yang ingin mulai murid lakukan dengan apa yang telah dipelajari.

6.      Refleksi

Refleksi dapat menjadi alat penilaian formatif yang sangat berguna bagi guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman murid dan apa yang masih menjadi kebingungan mereka.

7.      Pojok pemahaman

Murid dianjurkan untuk pergi ke pojok-pojok kelas sesuai dengan pemahaman mereka. Jika mereka tidak memahami topic yang sedang dibahas, mereka dapat pergi ke salah satu sudut dengan murid yang memiliki tingkat pemahaman yang sama. Jika mereka sudah memahami, mereka dapat pergi ke sudut yang lain. Hal ini dapat menjadi informasi untuk guru, jika guru ingin memasangkan murid yang “sudah mengerti” dengan murid yang kesulitan dan meminta murid berkolaborasi untuk memahami materi yang menantang.

8.      Strategi 5 jari

Murid mendeskripsikan pemahaman mereka terkait topic yang diajarkan dengan menggunakan 5 jari. Dengan ketentuan 5 jari jika mereka sudah paham sekali, 1 jari jika mereka tidak paham sama sekali. Cara ini cukup cepat untuk mengetahui gambaran umum pemahaman murid sehingga guru dapat menyesuaikan pembelajaran selanjutnya berdasarkan informasi ini.

Berbeda halnya dengan penilaian sumatif, biasanya penilaian sumatif dilakukan setelah sebuah unit atau proses pembelajaran selesai, sehingga biasanya hasil penilaian sumatif digunakan untuk membuat keputusan untuk memutuskan nilai rapor anak atau kenaikan kelas.

            Connecting dalam hal ini ialah pada Minggu ini pembelajaran diawali dengan kegiatan belajar pada modul 2 yaitu 2.1. dimulai dengan pretest, lalu mulai melangkah dengan pembahasan paket modul 2.1, yaitu memenuhi kebutuhan belajar murid melalui pembelajaran berdiferensiasi. Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, mulai dari diri adalah perjalanan yang harus dilalui terlebih dahulu. Selanjutnya kami ditugaskan untuk bereksplorasi melalui eksplorasi konsep. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, saya baru mengetahui tentang Diagram Frayer, yaitu grafik visual yang dikembangkan oleh Dorothy Frayer untuk membantu murid dalam mendefinisikan konsep atau kosakata. Diagram ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu definisi, karakteristik, contoh dan bukan contoh. Selain Diagram Frayer, dalam ruang kolaborasi modul 2.1 kami belajar dan berdiskusi tentang membuat RPP Berdiferensiasi. Awalnya bingung, tetapi lama-lama mulai paham ternyata RPP Berdiferensiasi itu serupa tapi ada bedanya sedikit. Mungkin selama ini kita hanya melihat kemampuan murid dan mengesampingkan minat murid. Ternyata RPP Berdiferensiasi itu bukan hanya pengetahuan saja, tetapi minat murid juga diperhatikan demi untuk memenuhi kebutuhan murid. Kami berdiskusi bersama dengan  fasilitator Bapak Defrizon yang keren, ramah, ilmunya luar biasa hebat, tetap semangat, dan selalu mampu memotivasi kami untuk terus berjuang menjalani perubahan menjadi pribadi yang lebih baik. Begitu juga dengan teman-teman CGP Bapak Ibu Guru hebat luar biasa. Dengan bersemangat kami mengeksplorasi konsep mengenai pembelajaran berdiferensiasi di dalam ruang kolaborasi dan WA Group. 



Setelah pembelajaran dalam ruang kolaborasi, keesokan harinya kami mengadakan lokakarya. Luar Biasa…pembelajarannya, rekan-rekannya, apalagi Pengajar Praktiknya juga luar biasa hebat. Ibu Sontiar, Bapak Rahmad, dan Bapak Julianto Pengajar Praktik yang keren, banyak pembelajaran yang bermanfaat yang kami peroleh dari Bapak Ibu Pengajar Praktik. Pada waktu lokakarya itu, saya mendapat pengetahuan baru dan tugas baru juga tentunya, yaitu Komunitas Praktisi. 












Saya ingin membuat Komunitas Praktisi. Semoga dengan terbentuknya Komunitas Praktisi di sekolah saya, pembelajaran berdiferensiasi pun akan terwujud. Meskipun saat ini belum semua menerima ajakan saya untuk mau berkecimpung dalam Komunitas Praktisi, saya tidak akan menyerah…saya tetap akan membentuk komunitas praktisi dengan rekan-rekan yang mau belajar.

Hubungannya dengan Peran Guru Penggerak adalah Guru Penggerak sebagai pemimpin pembelajaran  senantiasa mengarahkan kepada pembelajaran yang berpusat pada murid. Guru Penggerak sebagai pemimpin dalam pembelajaran yang berpusat pada murid, memimpin dan mengembangkan sikap dan praktik yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi. Salah satunya adalah melalui penerapan learning community (komunitas belajar), yang semua anggotanya adalah pemelajar.

            Challenge yang saya peroleh adalah adanya beberapa hal positif yang lahir dari penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi yaitu :

1.      Setiap orang dalam kelas akan menyambut dan merasa di sambut dengan baik

2.      Setiap orang di dalam kelas tersebut saling menghargai

3.      Murid akan merasa aman

4.      Ada harapan bagi pertumbuhan

5.      Guru mengajar untuk mencapai kesuksesan

6.      Ada keadilan dalam bentuk yang nyata

7.      Guru dan murid berkolaborasi untuk pertumbuhan dan kesuksesan bersama

Concept utama yang penting dalam pembelajaran ini adalah penerapan pembelajaran ini sangat cocok diterapkan di sekolah dan di dalam kelas, karena sesuai dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak yaitu sebagai guru dalam pemimpin pembelajaran yang berpusat pada murid. Bukan hanya berpusat pada murid saja tetapi guru juga tetap berusaha memenuhi kebutuhan murid sesuai dengan yang murid butuhkan. Hal ini adalah upaya dalam memerdekakan murid agar murid dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya dan juga untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Sehingga sangat baik untuk diterapkan untuk masa kini dan masa yang akan datang.  Diawali dengan memetakan kebutuhan murid melalui 3 aspek, yaitu kesiapan belajar murid, minat belajar murid, profil belajar murid. Guru dituntut untuk mengenal muridnya dengan baik agar guru dapat mengetahui apa yang menjadi kebutuhan setiap muridnya. Sehingga proses belajar mengajar menjadi bermakna bagi setiap  murid, karena gurunya telah memahami murid beserta kebutuhannya dengan baik.

Change yang saya peroleh dalam diri setelah saya mendapatkan materi pembelajaran ini adalah saya mulai mengenal murid-murid saya sesuai dengan kebutuhan mereka. Sehingga tercipta pembelajaran yang kondusif dan merdeka. Saya juga bisa berkolaborasi dengan mereka, menjadi pemimpin pembelajaran dan murid saya juga bisa menjadi pemimpin bagi teman-temannya. Pembelajaran benar-benar berpusat pada murid. Dengan memetakan murid berdasarkan kebutuhannya, baik itu kesiapan, minat dan profil belajar murid, dilanjutkan dengan menyusun strategi pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan konten, proses dan produknya maka kualitas pembelajaran di dalam kelas akan berubah menjadi lebih baik, dan saya juga akan terus berlatih membuat RPP Pembelajaran Berdiferensiasi dengan lebih baik lagi.

Semangat.....You Can If You Think You Can

             

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DINAMIKA PERWUJUAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA

ARTI PENTING NORMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN

Ikatan Pustakawan Indonesia Gemar Literasi: BAB 2 KEDUDUKAN DAN MAKNA PEMBUKAAN UUD NEGARA RI TAHUN 1945